Sudah aku rapikan barang-barang bawaanku, tadi sempat ku periksa juga tiketku. Sudah lengkap... Duduk di kursi 4B, rangkaian 6 Kereta Senja... di sebelahku sudah ada pemuda yang kira-kira usianya 24 atau 26 tahun yang sudah duduk, melihat keluar cendela. Sepertinya dia sudah naik dari stasiun sebelumnya. Tadi sewaktu aku naik dan menemukan tempat dudukku ini, dia tersenyum padaku. Ramah sepertinya pemuda ini. Kusandarkan badanku di kursi, udara sedikit gerah. Maklum kereta kelas bisnis punya perusahaan negara ini emang kurang nyaman, tidak usah diragukan lagi, pasti harus sedikit sabar dengan panasnya, gumamku dalam hati. Kulirik pemuda di sebelahku, diam saja dia. Melihat keluar cendala dari tadi, tapi sepertinya pandangannya menerawang jauh, pikirannya entah kemana.
Biarlah..., aku mengambil koran yang sengaja tadi aku beli sewaktu menunggu kereta ini datang. Ku bolak-balik halamannya, kereta mulai bergerak berjalan meninggalkan stasiun kotaku. Bosan juga dengan bacaan koranku, beritanya hanya mengulas artis yang tidak layak dibahas. Lagi, aku lirik pemuda di sebelahku. Wah...kaya pantomim aja, dari tadi tidak berubah posisi duduk dan pandangannya. Eh jangan-jangan bisu atau emang patung sih orang ini, pikirku ngaco. Ah, tidak seru nih perjalananku kali ini, duduk di sebelah patung, tapi kok masih berkedip juga nih patung. Padahal dalam setiap perjalanan aku punya kata-kata bijak untuk menikmatinya. Dalam setiap perjalanan pasti kita menemukan teman, itu yang selalu aku gunakan untuk menjaga semangat dalam setiap perjalananku. Tapi kali ini jadi sedikit mikir, mungkin kali ini aku tidak beruntung dengan kata-kata bijak tadi..hehehe. Sudah hampir satu jam kita diem-dieman. Mau menyapa dulu takut mengganggu lamunannya. Ku coba memikirkan hal lain, sambil sedikit ku pejamkan mataku, mungkin aku bisa tertidur dari pada memikirkan pemuda di sebelahku yang kalem banget ini, maksudnya diem ini.
Dug...kepalaku menyentuh pundaknya, benar sajakan aku tertidur barusan. Kaget juga, saat tersadar dia tersenyum. "Maaf Mas." kataku sedikit lirih karena mulutku masih kaku karena baru saja tersadar dari tidurku.
"Ga pa pa mbak".. Oh bisa ngomong juga toh, gumamku dalam hati. Mulailah kita saling bertanya, tujuan dan asal kita, berkenalan seperlunya. Dia juga sempat menawariku makanan ringan yang ia bawa. Ternyata memang betul prasangku tadi, dia memang ramah, dan enak juga diajak ngobrol. Dari pekerjaan sampai ke sekedar gosip ataupun masalah sosial yang aktual saat ini. Kelakar dan guyonannya juga menarik tapi tetap santun bahasanya. Nah kan slogan kata-kata bijakku tadi sudah berlaku. Dapat teman yang asik dalam perjalananku.
"Belum" jawabnya singkat. "
Sudah menikah belum?" tanyaku lagi..
"Belum" sama jawabnya..
"Wah berarti udah punya calon ya" kata-kataku sedikit menggoda,
"Belum juga, masih sendiri kok mba, masih free" jawabnya santai, tapi aku liat air mukanya sedikit berubah, pandangannya menerawang jauh lagi seperti awal aku liat tadi. Ah mungkin pertanyaanku membuat bahasan dan obrolan kita jadi sedikit hambar.. aku pindah ke bahasan lain sajalah.
"Tenang saja mas, kan udah kerja mapan, cakep juga, mesti banyak yang ngantri, jadi malah bingung milih ya mas, hehehe, tapi jangan lama-lama mas buruan milih" omonganku sekedar untuk membuka obrolan lagi.
"Menikah itu asik kok mas, aku aja dulu merasa terlambat kok, karena ternyata menikah itu singkatan dari MEsra-NIKmat dan berKAH." kelakarku membuat dia kembali antusias. Aku mulai bercerita tentang masa mudaku, meskipun aku juga belum tua-tua amat, maksudku dewasa begitu lebih mudah. Sekarang sudah berkeluarga, anak satu yang mulai aku masukkan di play group. Dengan suami yang emang aku damba dulu, yang supel tapi agamanya bagus. Penghidupan yang sederhana dan bahagia menurut kami. Aku mulai bercerita tentang masa perkenalanku dan suamiku dulu yang singkat, dan ia segera melamarku. Aku dengan keyakinanku pria pilihanku adalah suamiku sekarang dan juga karena aku meyakini ajaran agamaku tentang ajaran menikah. Eh ternyata dia antusias mendengarkan ceritaku, mungkin dia tertarik dan akan mengambil sisi baiknya ceritaku ini. Sering dia manggut-manggut dan kadang juga sedikit mengerutkan dahinya, berpikir mungkin. Dan sebenarnya aku hanya bercerita garis besarnya tentang pengalamanku ini. Biasanya dengan memulai bercerita sedikit tentang pribadi seperti ini, orang yang aku ajak ngobrol juga akan terbuka bercerita tentang masalah hidupnya. Benar saja, dia mulai bercerita. Ternyata dia belum terlalu lama putus dengan pacarnya, mungkin lebih pantas disebut calon isterinya. Karena dia menjalani LDR, istilah anak sekarang alias long distance relationship atau pacaran jarak jauh. Jarak membatasi mereka, dan akhirnya hubungan mereka kandas, padahal dia hampir melamar pacarnya. Dengan alasan yang tidak jelas, dia yang aku lihat sekilas pemuda religius seperti suamiku dulu menjelaskan dengan prinsip-prinsip hubungannya. Dia juga masih memakai sopan-santun budayanya. Dia sedikit menjelaskan, biarpun dia juga hanya menduga hubungannya kandas karena banyak pengaruhnya dengan jarak dan komunikasi mereka. Tidak detail tapi aku bisa membaca, ada beban yang begitu berat yang sedang ia tanggung.
Benar juga dugaanku, dia mulai bercerita tentang pikirannya tadi, yang dari awal sudah aku liat. Pikirannya terbang kemana-mana. Sedikit ia bercerita bahwa sebenarnya sudah beberapa lama ia tidak lagi memperhatikan masalahnya itu. Karena proses putus mereka sudah berlangsung beberapa lama, dan dia merasa jika sudah tidak mempersoalkan masalah hubungan mereka itu. Tapi beberapa hari yang lalu ia mendapat berita yang langsung ia terima dari pacarnya dulu. Ada tuduhan, dia dianggap pelaku klenik. Perbuatan syirik dengan melakukan pelet pada mantannya itu. Aku sedikit merinding mendengarnya. Kok bisa? aku bertanya dalam hati. Dari apa yang aku lihat pemuda ini adalah pemuda yang baik.
"Terus gimana sikapmu dengan sikapnya itu?" aku bertanya dengan sedikit mengerutkan dahiku, berharap jawaban serius darinya.
"Ya biasa aja mbak, awalnya aku anggap dia cuma bercanda, mungkin ingin cari perhatian saja."
"Wah...kok enak banget pikiranmu mas? Serius loh itu, menyangkut harga diri dan nama baik loh". "Berkaitan dengan akidah juga loh mas, sedang mas e aku liat agamis loh".
Dia tersenyum, "Biarlah mbak,Tuhan Maha Tau." jawabnya singkat. Selanjutnya dia bercerita bahwa sebenarnya perjalanan kali ini adalah pulang dari rumah mantannya itu. Dia datang ke rumahnya untuk meminta maaf.
"Loh....kok malah kamu yang minta maaf mas?"
"Iyalah mbak, sambil minta maaf aku juga menjelaskan kepada keluarganya, bahwa saya tidak pernah melakukan perbuatan itu". Dan dia menceritakan bahwa dia menyempatkan datang untuk meminta maaf langsung, agar lebih jelas maksudnya. Wah....baiknya pemuda ini. Dia menjelaskan dan berharap semoga dengan kehadirannya dan perminta maafannya itu sebagai penutup dari masalahnya. Tidak ada lagi masalah dikumudian hari. Dia juga berharap silaturahminya tetap terjaga, meskipun mungkin akan menyakitkan jika dipikir terlalu jauh tentang kandasnya hubungan mereka.
"Masnya di sana tidak bertanya buktinya apa? sampai masnya dituduh begitu?"
"Katanya sih mbak, ini katanya loh, bukan aku tak percaya atau aku percaya begitu saja...katanya dia sudah datang dan bertanya kepada beberapa ustad atau kyai yang mengatakan bahwa aku pelaku santet atau pelet",
"Dia saat itu sakit dan merasa terbayang -bayang wajahku sampai sulit tidur dan merasa ketakutan".mukanya sedikit berubah sedih. Dia kembali bercerita tentang tuduhan itu, dan aku mulai mengerti kenapa dari tadi dia seperti diam dan mematung. Dia sedih dan berpikir kenapa sampai seperti itu tuduhan yang harus ia terima.
"Ya Sudah mas, aku kira tindakan mas udah benar, dan menurutku sangat bijaksana" aku menghiburnya.
Aku sedikit memberikan nasehat kepadanya, untuk selalu iklas dalam segala hal termasuk masalahnya itu.
"Oh aku tau mas, mungkin karena saking, terlalu cintanya pada mas mantan mas itu masih terbayang mas, sampai ga kuat menahannya akhirnya sakit deh...." aku sedikit bercanda untuk mengurangi ketegangan obrolan kami. Dia tertawa, sedari tadi baru kali ini dia tertawa. Akupun juga tertawa karenanya.
"Terus karena sakit dia ngaku atau merasa mas santet,dan dipelet , cuma alesan aja tuh mas, padahal dia nahan rindu dendam tuh mas".aku melanjutkan guyonanku.
"Padahal yang aku tau orang yang sakit kepala atau maag terus berobat ke dokter mesti ditanya dan difonis sedang mikirin apa toh?" dia mengangguk.
"Apalagi ustad atau kyai, eh kyai apa dukun tuh mas?"
"Ya ga taulah mbak" dia senyum sambil menjawabnya.
"Kan banyak tuh jaman sekarang dukun bersertifikat, dukun berlabel kyai?"
Dia mengangguk, "Bener juga ya mbak" imbuhnya.
"Kalo sakit kepala aja ke dokter ditanya sedang mikirin apa, pasti di dukun atau kyai, atau apalah itu juga ditanyai begitu" "Jawabnya karena kebayang masnya, ya sudah itulah jadinya, mas yang jadi tersangka." "Orang awam yang tidak banyak tau ilmu hitam atau ilmu putih pasti percaya aja mas, padahal tuh kyai ga tau apa-apa cuma ambil kesimpulan dari jawaban orang tadi" Dia mengangguk angguk dengan omongan ringanku ini.
"Sudah mas jangan sedih, sudah pernah membaca doa istikharoh?" tanyaku.
"Sudah mba.."jawab pemuda itu. Aku sedikit lupa dengan terjemahannya. Tapi bukan aku kalo tidak punya banyak ide, seperti Doraemon dengan kantung ajaibnya, aku keluarkan Hpku. Aku buka browsing, mesin pencariku...dan aku temukan dalil terjemahan doanya.
"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagi dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhoilah aku dengan kebaikan itu". (HR Al Bukhari) aku bacakan untuknya.
"Mungkin itulah jawabnya mas, jawaban dari doamu" kulihat dia mengerutkan dahinya.
"Maksudnya mbak?"
"Mungkin dia tidak baik untukmu mas",
"Dengan cara menjauhkan mas darinya, menunjukkan kekurangannya dengan akidahnya, yang sembarangan menuduh orang",
"Apalagi kepada orang yang pernah baik padanya",
"Saranku cuma yang iklas mas..."
"Aku liat mas masih berat memikirkannya, bukankah dengan iklas kita akan diganti dengan sesuatu yang lebih?"
"Janji Nya loh itu, bukan omongan semata, kalo mas masih ragu dengan janji Nya berarti juga masih belum kuat imannya". Dia mengangguk lagi, mungkin omonganku jadi terlalu serius baginya.
"Tindakan mas kali ini sudah tepat, dan aku rasa mas punya jiwa yang luar biasa untuk menerima masalah ini dan menyelesaikannya.",
"Mungkin mas sedih dengan sikap terakhirnya itu, dan mungkin itu yang mas jadi kepikiran terus",
"Biarlah mas, semua akan baik-baik saja".
"Jika mas mau sedikit berpikir tuduhan itu adalah salah, dan mungkin malah mantan mas yang jadi syirik, karena percaya begitu saja ma omongan dukun berlabel kyai".
"Tapi aku tidak ngajari membencinya loh mas, tetep dijaga silaturahminya." Aku berusaha bijak meskipun jika aku jadi dia mungkin udah aku maki-maki habis-habisan tuh mantannya, sekalian ku bawain kembang tujuh rupa buat rangkaian bunganya, gumamku dalam hati.
"Apalagi ada toh ayat yang menyatakan mendekati hal-hal seperti itu adalah syirik juga",
"Ya begitulah mas resiko pacaran, harus siap dengan hal-hal yang tak terduga dan menyakitkan, bersyukur aja aku dulu tidak memakai cara-cara pacaran", "Apalagi LDR jamanku belum tren hehehe..." aku meledeknya. Dia hanya tersenyum kecut.
"Sedang LDR itu memang mungkin bisa di anggap salah satu cara untuk menghindari resiko pacaran, tapi resikonya juga besar loh." Dia melihat ke arahku sepertinya makin antusias dengan ocehanku.
"Pertama, pertimbangkan dulu masak-masak jika ingin LDR, mending sapu bersih tuh ranjau-ranjau, mungkin masih ada yang terjangkau denganmu, banyak kok cewek yang dekat, baik dan siap menjalin hubungan serius, kenapa mencari yang jauh?, yang ngirit aja mas", Dia sedikit menahan tawanya.
"Kedua, LDR itu sering banyak godaan dari orang dekat termasuk temen curhatnya, kadang curhat ma temennya, 'sebenarnya saya sayang ma dia dan siap serius tapi...jarak jauh, gimana lagi', gitu,,,dan temen curhatnya itu ngasih saran yang kadang malah melemahkan niatnya, nah jadilah temen curhatnya itu sebagai setan, karena orang ketiga dalam sebuah hubungan adalah setan hehehe...apa lagi temen curhatnya itu laen jenis dan bisa lebih paham dengan curhatannya, karena sering sebagai tempat curhatnya tambah berabe tuh" penjelasanku sedikit aku buat lucu agar dia tidak terlalu tegang dengan omonganku ini.
"Ketiga mesti banyak timbul curiga, karena jarak, dan curiga itu wajar karena rasa cinta cenderung ingin memiliki dan harus memiliki kan? klo ada slogan cinta tidak harus memiliki berarti sakit banget dan merana banget tuh orang yang pake slogan itu,,,yang bener itu cinta harus memiliki", dia malah tertawa mendengar omonganku ini..
"Mulai sekarang jadikanlah ia sahabat saja mas, mungkin itu akan jadi bukti ketulusanmu padanya"
"Karena Sahabat itu setia kepada kita disaat kita butuh bahkan sahabat itu selamanya tidak seperti pacar yang terkadang berakhir saling mencampakan, iya to?"
"Karena Sahabat itu setia kepada kita disaat kita butuh bahkan sahabat itu selamanya tidak seperti pacar yang terkadang berakhir saling mencampakan, iya to?"
"Sebenarnya tidak perlu dengan membantah tuduhan ko, cukup didoakan saja semoga dia dapat hikmahnya"
Dia mengangguk saja, "Yang iklas mas...." kataku...kuliat ia menghela nafas panjang.... tidak ada sepatah katapun darinya dari tadi.
Tak kusangka sudah lewat tengah malam, kami menyelesaikan obrolan kami dengan guyonan yang jauh dari bahasan serius tadi. Akhirnya aku menutup obrolan dan bilang padanya ingin tidur. sebelum aku tertidur kembali aku lirik wajahnya. berbeda dari yang tadi, sekarang malah cerah, seolah tidak merasa ngantuk saja.
Dan akupun tertidur....
Adzan Subuh membuatku tersadar, ternyata sudah hampir sampai ke stasiun tujuan, kini sedang berhenti di stasiun ke tiga terakhir dari tujuanku.
" Sudah bangun mbak?" sapa pemuda disampingku, aku cuma tersenyum dan sambil ku usap wajahku dengan tisu basah yang aku bawa.
"Terima kasih ya mbak nasehatnya semalam, semalam waktu mbak tidur aku sudah berpikir dan merasa lega, bersyukur banget ketemu mbak", "dapat nasehat yang luar biasa"
"Iya sama-sama mas udah mau dengar ocehan saya semalam, itung itung jadi nambah teman, tukar pengalaman juga buat teman saya di perjalanan"
"Oh ya mbak boleh minta nomor hape nya?"
Kami pun bertukar nomor Hp
Kemudian dia berkemas karena di stasiun selanjutnya dia akan turun.
Dan setelah sampai di stasiun tujuannya ia berpamitan...masih sopan dan sekarang aku merasa dia lebih ceria daripada pertama kali aku melihatnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Waktu telah lewat hampir setahun dari pertemuan di kereta itu, tak kusangka hari ini dia mengirim sms, padahal dari sejak ketemu dia tidak pernah sms padaku "Terima Kasih mba, ats nasehatnya dulu, Mohon doa restu ya mba...bulan depan saya menikah dengan wanita pilihanku, dia luar biasa seperti mba, tegar dan akidahnya bagus"
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Comments
Post a Comment